Ketika saya bepergian keluar negara dari Indonesia seperti ke Singapore, atau bahkan pergi keluar pulau Jawa seperti ke Bali, Sumatera atau Kalimantan, orang akan memanggil saya sebagai orang Jawa. Itu dikarenakan saya berasal dari Bandung yang memang terletak di Pulau Jawa.
Padahal, bagi masyarakat di pulau Jawa bagian Barat atau lebih dikenal dengan propinsi Jawa Barat, mereka tidak bisa disebut sebagai ‘orang Jawa’ atau berasal dari ‘suku Jawa’. Penduduk di provinsi ini lebih dikenal dengan sebutan ‘orang Sunda’ atau ‘suku Sunda’, sementara daerahnya sering terkenal dengan sebutan ‘Tatar Sunda’, Pasundan, atau ‘Bumi Parahyangan’ dengan Bandung sebagai pusatnya.
Suku Sunda atau masyarakat Sunda merupakan mayoritas penduduk Jawa Barat. Dalam catatan sejarah, pada tahun 1851 suku Sunda sudah merupakan penduduk terbesar di Jawa Barat yang berjumlah 786.000 jiwa. Pada tahun 2008, suku Sunda diperkirakan berjumlah lebih kurang 34 juta jiwa.
Secara fisik sulit dibedakan antara orang Sunda dan orang Jawa yang sama-sama mendiami Pulau Jawa. Perbedaan yang nampak sebagai penduduk Pulau Jawa, akan tampak jelas ditinjau dari segi kebudayaannya, termasuk bahasa, jenis makanan yang disukai dan kesenian yang dimiliki.
Berbeda dengan ‘suku Jawa’ yang mayoritas hidup di daerah Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur, suku Sunda tidak menggunakan bahasa Jawa tetapi bahasa ‘Sunda’.
Bahasa Jawa dan bahasa Sunda jelas memiliki perbedaan yang signifikan. Selain memang mempunyai perbedaan ejaan, pengucapan dan arti, bahasa Jawa lebih dominant dengan penggunaan vocal ‘O’ diakhir sebuah kata baik itu dalam pemberian nama orang atau nama tempat, seperti Sukarno, Suharto, Yudhoyono, Purwokerto, Solo dan Ponorogo. Sementara bahasa Sunda lebih dominant berakhiran huruf ‘A’ seperti Nana Sutresna, Wiranata, Iskandar Dinata, Purwakarta dan Majalaya.
Bagi masyarakat Indonesia pada umumnya, suku Sunda dikenal sebagai masyarakat yang senang memakan sayuran atau daun-daunan sebagai ‘lalaban’ (sayuran yang dimakan mentah-mentah dengan sambal). Bagi orang sunda, dedaunan dan sambal merupakan salah satu menu utama setiap makan selain tentunya lauk pauk lain seperti ikan dan daging.
Dalam hal seni dan musik pun, orang Sunda mempunyai ciri khas tersendiri. Kalau masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur mengenal pertunjukkan Wayang Kulit dan Wayang Orang, maka dikalangan masyarakat Sunda lebih dikenal dengan pertunjukkan ‘Wayang Golek’. Dari seni wayang ini lahirlah tokoh yang sangat identik dengan wayang golek Sunda yaitu karakter ‘Si cepot’. Kalau orang Jawa lebih mengenal ‘Gamelan Jawa’ maka orang Sunda lebih mengenal ‘Degung Sunda’. Kalau orang Jawa lebih mengenal ‘Musik Keroncong’ maka orang Sunda lebih mengenal ‘Kacapi Suling Cianjuran’.
Selain kebudayaan dan makanan, salah satu karakteristik orang sunda adalah terkenal dengan karakternya yang lembut, tidak ngotot dan tidak keras. Mereka bersikap baik terhadap kaum pendatang atau dalam bahasa Sunda ‘someaah hade ka semah’.
Karena sifat inilah tak heran kalau penetrasi agam Islam ke daerah Sunda ketika pertama kali Islam datang, sangat mudah diterima oleh suku ini. Sebagaimana mayoritas penduduk Indonesia, Islam merupakan agama mayoritas orang Sunda. Yang membedakannya, kelekatan (attachment) orang Sunda terhadap Islam dipandang lebih kuat dibanding dengan orang Jawa pada umumnya. Meskipun tentunya tidak sekuat orang Madura dan Bugis di Makassar.
Karena karakternya yang lembut banyak orang berasumsi bahwa orang sunda kurang fight, kurang berambisi dalam menggapai jabatan. Mereka mempunyai sifat ‘mengalah’ daripada harus bersaing dalam memperebutkan suatu jabatan. Tidak heran kalau dalam sejarah Indonesia, kurang sekali tokoh-tokoh Sunda yang menjadi pemimpin di tingkat Nasional dibandingkan dengan Orang Jawa.
Contohnya, tidak ada satupun presiden Indonesia yang berasal dari suku Sunda, bahkan dari sembilan orang wakil presiden yang pernah menjabat sejak zaman Presiden pertama Soekarno sampai sekarang Presiden Yudhoyono, hanya seorang yang berasal dari suku Sunda yaitu Umar Wirahadikusuma yang pernah menjabat sebagai wakil presiden di zaman Presiden Soeharto.
Dalam hal merantau atau mengembara pun orang Sunda terkenal kurang, terutama kaum perempuannya. Jika dibandingkan dengan perempuan Jawa, orang Sunda sangat sedikit yang merantau ke luar negara terutama ke Singapore. Hal ini akan nampak jelas kalau melihat jumlah maid yang ada di Singapore, hanya sebagian kecil saja yang berasal dari Sunda. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan yang berasal dari Jawa Tengah atau Jawa Timur.
Mungkin karena kurangnya orang Sunda yang mengembara, suku ini kurang dikenal diluar pulau Jawa, apalagi di luar negeri. Tak heran kalau suku ini adalah salah satu suku yang paling kurang dikenal di dunia. Orang Sunda sering dianggap sebagai orang Sudan di Afrika dan salah dieja dalam ensiklopedi berbahasa Inggris. Beberapa koreksi ejaan dalam komputer juga mengubahnya menjadi ‘Sudanese’ bukan ‘Sundanese’.Karena kurang populernya suku ini, maka menjadi kewajiban bagi orang Sunda dimanapun mereka berada untuk mengenalkannya kepada masyarakat umum baik yang berada di luar pulau Jawa atau bahkan di Luar negara.
Adalah penting bagi orang Sunda untuk memperkenalkan budaya dan tempat-tempat wisata di Tatar Sunda supaya banyak para pelancong yang datang ke Jawa Barat. Tatar Sunda yang terkenal dengan daerahnya yang sejuk, indah dan hijau harus terus dipopulerkan. Hamparan hijau kebun teh yang indah disepanjang perjalanan dari Jakarta ke Bandung melalui jalur puncak merupakan pemandangan yang indah. Pemandiaan air panas alami di daerah Ciateur Subang, indahnya kawah gunung Tangkuban Parahu Bandung, gedung museum Konfrensi Asia Afrika dan gerai-gerai pertokoan pakaian modis dan murah di Bandung harus terus dikampanyekan untuk menarik wisatawan ke Tatar Sunda, apalagi ditahun 2008 ini sebagai tahun Visit Indonesian Year.
Dengan banyaknya pelancong ke Bandung khususnya, dan Jawa Barat umumnya, diharapkan kesalahan penyebutan ‘orang Sunda’ sebagai ‘Orang Jawa’ bisa dikurangi dan suku Sunda akan menjadi popular, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. Semoga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar